PUISI MODERN-PRISMATIS

BATARA (BALE SASTRA NUSANTARA)
PUISI MODERN

MACAM-MACAM PUISI MODERN :

1. Puisi Diafan

2. Puisi Kontemporer

3. Puisi Mbeling

4. Puisi Prismatis

Puisi Diafan

Puisi diafan disebut juga puisi trasparan. Artinya pembaca dapat dengan mudah mengetahui isi atau maksud puisi yang dibacanya. Puisi-puisi angkatan Pujangga Baru termasuk puisi taransparan. Puisi-puisi mereka agak mudah di pahami.

Contoh Puisi Diafan

DIKAKIMU

Aku mengembara

Badan lemah berdaya tiada

Tinggi gunung yang kudaki

Lepas mega menghadap wala

Berapa kali aku terhenti

Meebah diri melepas lelah

Sekali aku meninjau ke bawah

Takjub melihat permai permata

Mana rumahku mana hamlaman

Mata mencari kelihatan tiada

Sekalian menyatu indah semata

Terpaku diri memandang taman

Tuhanku, hati hasratkan Engkau!

Pimpin umat-Mu naik memuncak

Tempat mega tiada menutup

Puisi Kontemporer

Jenis puisi ini masih termasuk puisi prismatis. Bedanya, bila puisi prismatis masih mementingkan kata sebagai penyampai maksud atau ide penyairnya, maka puisi kontemporer bukanlah arti yang ingin disampaikan penyair, melainkan kesan yang ditimbulkan oleh puisi tersebut.

Puisi kontemporer ingin menciptakan komunikasi estetik bukan pemahaman

Kata-kata dalam puisi kontemporer tidak lagi dibebani oleh arti atau makna, melainkan dibiarkan merdeka menciptakan kesan sesuai pembaca

Puisi jenis ini memiliki kekhasan dalam segi bentuk dan penggunaan diksinya. Puisi kontemporer sering disebut dengan puisi yang “lari” dari konvensional. Dalam hal ini, segi bentuk puisi ini pun cenderung aneh. Penggunaan kata-katanya seringkali memakai kata ejekan, makian, atau sindiran.

Perhatikan puisi berikut.

Puisi 1

Di,Di

Betul

kau pasti

sedang menghitung berapa nasib lagi tinggal

sebelum fajar terakhir kau tutup

tanpa seorang pun tahu siapa kau dan

di,kau

maka kini

lengkaplah sudah

perhitungan di luar akal

dan angan-angan di dalam hati kita

tentang sesuatu yang tak bisa siapa pun

menerangkatakan pada saat itu kau mungkin sedang

di,betul

kan?

(Noorca Marendra)

SEPISAUPI

sepisau luka sepisau duri

sepikul dosa sepukau sepi

sepisau duka seriasau diri

sepisau sepi sepisau nyanyi

sepisau sepisaupi

sepisaupanya sepikausepi

sepisaupa sepisaupi

sepikul diri keranjang duri

sepisaupa sepisaupi

sepisaupa sepisaupi

sepisaupa sepisaupi

sampai pisauNya ke dalam nyanyi

(Sutardji Calzoum Bachri)

Kesan apa yang Anda dapat setelah membaca puisi tersebut? Pada puisi 1, bentuk atau tipografi puisi sangat ditonjolkan. Puisi tersebut sangat mementingkan gambaran visual. Namun, bentuk dan diksinya memiliki makna yang mendalam. Pada puisi 2, penggunaan katanya yang sangat menonjol. Perhatikan kata-katanya. Pengarang seakan melakukan penolakan terhadap gramatika bahasa. Secara keseluruhan, kedua puisi tersebut menimbulkan imaji visual dan bunyi.

Contoh puisi Kontemporer

DUKA

Duka ?

Duka itu anu

Duka itu saya saya ini engkau kau itu duka

Duka bunga duka danau duka duri duka hari

Dukaku duka siapa dukamu duka siapa duka bila duka

Apa duka yang mana duka dunia ?

DUKA DUKI

Dukaku Dukamu. Duka diri dua hari dari sepi.

(Ibrahim Sattah)

Puisi Mbeling

Bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang dimaksu ialah ketentuan-ktentuan yang umum berlaku dalam puisi. Kata-kata dalam puisi mbeling tidak perlu dipilih-pilih lagi. Dasar puisi mbeling adalah main-main.

Kata-katanya dipernmainkan, demikian juga masalah yang menjadi obejk pengamatan.

Contoh Puisi Mbeling

PUISI JAMAN BAHARI

GERISA

Ya maharaja jamraya

Ya marani niramaya

Ya silapa palasinya

Ya mirado rdamiya

Ya midosa sadomiya

Ya dayuda dayudaya

Ya siyaca casayisa

Ya simaha mahasiya

(Sides Sudiyarto DS)

Puisi Prismatis

Bila ada benda di belakang prisma maka akan sulit dilihat atau benda itu tidak jelas kelihatan. Demikian pula dengan puisi prismatis.

Puisi prismatis mengandalkan pemakaian kata-kata dalam bentuk simbol lambang atau kiasan-kiasan.

Kata-kata dalam puisi prismatis maknanya sukar ditebak karena mempunyai makna yang membuat isi puisi tersebut menjadi gelap.

Contoh Puisi Prismatis

SAJAK PUTIH

Beribu saat dalam kenangan

Surut perlahan

Kita dengarkan bumi menrima tanpa mengaduh

Sewaktu etik pun jauh

Kita dengar bumi yang tua dalam setia

Kasih tanpa suara

Sewaktu bayang-bayang kita memanjang

Mengaburkan batas ruang

Kita pun bisu tersekat dalam pesona

Sewaktu ia pun memanggil-manggil

Sewaktu kata membuat kita begitu terpencil

Di luar cuaca

Simak selengkapnya di http://laymirosslav.blogspot.com //https://chat.whatsapp.com/COLMFIARHmI5XXE4YagWWE

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memahami puisi "Kucing" Karya Sutardji Calzoum Bachri puisi " KUCING " Oleh sutardji Calzoum BachriNgiau! Kucing dalam darah dia menderaslewat dia mengalir ngilu ngiau dia bergegas lewat dalam aortaku dalam rimbadarahku dia besar dia bukan harimau bukan singa bukan hiena bukan leopardia macam kucing bukan kucing tapi kucingngiau dia lapar dia merambah rimba afrikaku dengan cakarnya dengan amuknyadia meraung dia mengerang jangan beridaging dia tak mau daging Jesus janganberi roti dia tak mau roti ngiau kucing meronta dalam darahku meraungmerambah barah darahku dia lapar 0 alangkah lapar ngiau berapa juta haridia tak makan berapa ribu waktu diatak kenyang berapa juta lapar lapar kucingku berapa abad dia mencari mencakar menunggu tuhan mencipta kucingkutanpa mauku dan sekarang dia meraungmencariMu dia lapar jangan beri daging jangan beri nasi tuhan menciptanya tanpa setahuku dan kini dia mintatuhan sejemput saja untuk tenang sehari untuk kenyang sewaktu untuk tenang..Memahami Puisi, 1995ANALISISDari puisi di atas, nampak beberapa sisi yang menunjukkan unsur mantra dalam puisi karya Sutardji. Contohnya adalah terdapatnya unsur religi seperti penyebutan nama Tuhan. Dalam puisi “Kucing”, nampak pula bahwa terdapat proses pencarian hakikat tentang Tuhan yang dilambangkan dengan kucing yangsedang kelaparan.menyatakan bahwa “kucing” dalam puisi di atas merupakan lambang darisemangat masyarakat yang tak pernah redup dalam mencari Tuhan. Meskipun tak pernah pernah tercapai, namun mereka terus mencari. Namun, bila kita selami pemikiran Sitardji, dalam konsep “Kredo”-nya,Sutardji sesungguhnya ingin membebaskan kata-kata dari fungsinya sebagai alat pembawa pengertian Lebih lanjut, Sutardji menyatakan pula bahwa kata-kata harus bebas menentukan dirinya sendiri. Dalam puisi yang ia ciptakan, Sutardji pun mengatakan dengan tegas bahwa ia ingin membebaskan kata-kata dari tradisi lapuk yang membelenggunya seperti kamus-kamus dan penjajahan lain. Pemikirannya yang kedua dalam “Kredo”-nya tersebut, Sutardji juga ingin “mengembalikan kata kepada mantra”.Sutardji yang tak pernah mendefinisikan makna dari mantra dalam pemikirannya ditambah dengan karya-karyanya berupa puisi —salah satunya dapat dilihat pada “Kucing”—yang sarat akan kata-kata dengan rasa magisagaknya menimbulkan anggapan bagi masyarakat bahwa karyanya memanglah mantra. kata-kata dan kalimat dalam puisi Sutardji, termasuk dalam puisi “Kucing” di atas, jika dirangkaikan satu sama lain sesungguhnya dapatmembentuk suatu prosa yang terdiri dari kalimat-kalimat sederhana. Pada puisi diatas, terdapat pemenggalan suku kata yang tidak biasa seperti “af” dengan“rikaku” terpisah pada baris baru. Namun jika dilihat kembali, bukan tak mungkin bahwa tujuan Sutardji melakukan pemenggalan-pemenggalan tak biasa tersebutadalah guna menghasilkan suatu tipografi dengan bentuk setengah sisi siluetkucing (terbentuk pada sisi kanan atau perpaduan akhir kalimat pada setiap baris).Dari hal ini dapat terlihat bahwa unsur mantra dalam puisi lama sungguh berbeda dengan unsur mantra yang dianggap oleh sebagian besar orang terdapat dalam karya-karya Sutardji. Keunikan yang dicapai Sutardji lebih cenderung kearah tipografi pada puisinya. Pada mantra dalam puisi lama pun tentu tidak terdapat tipografi. Selain itu, perbedaan nampak pula pada tujuan penciptaanmantra. Jika mantra dalam puisi lama bertujuan untuk memperoleh kekuatan yang bersumber dari unsur gaib, maka tujuan penciptaan karya-karya Sutardji yang dianggap berunsur mantra tentu tidaklah serupa. Tentu terdapat pesan yang masih dapat ditelusuri dalam karya Sutardji dan sekali lagi pengedepanan permainan tipografi menjadi amat penting baginya.